Energynews.id | Uni Eropa bisa terjebak dalam krisis energi lebih lama dan lebih dalam sebab kejutan pekerja minyak dan gas (migas) di Norwegia yang melakukan mogok massal.
Pasalnya, mogok massal mengakibatkan tiga ladang migas di Laut Utara tutup dan membuat harga gas alam semakin mahal.
Baca Juga:
Regional 4 SHU Pertamina Terapkan 3 Strategi Unggulan dalam Operasional Migas di Indonesia Timur
Perusahaan energi milik negara Norwegia, Equinor, mengakui telah menutup tiga ladang setelah beberapa karyawannya mogok karena perselisihan gaji.
Ketiga ladang tersebut menghasilkan setara dengan sekitar 89.000 barel minyak per hari dengan lebih dari 30 persen di antaranya adalah gas alam.
Pekerja minyak Norwegia melakukan pemogokan pada Rabu (6/7) dan mogok diperkirakan berlanjut pada Sabtu (9/7). Kondisi ini dapat menutup sekitar seperempat dari produksi gas Norwegia dan 15 persen dari produksi minyaknya.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Tingkatkan Kebijakan Sejak 2021 untuk Tarik Minat Investor Migas Indonesia
Kondisi ini memberikan pukulan telak bagi Eropa dalam upaya mengisi kembali stok gas menjelang musim dingin, dan meningkatkan risiko kekurangan energi. Soalnya, Norwegia adalah sumber gas alam terbesar kedua ke Eropa pada tahun lalu setelah Rusia.
Melansir CNN, pengiriman dari Norwegia menyumbang seperempat dari pasokan energi Eropa, dan Eropa sepenuhnya bergantung pada pengiriman Norwegia sebagai negara pada saat pengurangan pasokan Rusia telah menciptakan pasar yang sangat ketat untuk gas alam.
Menurut Asosiasi Minyak dan Gas Norwegia, ekspor gas negara itu akan dipangkas 60 persen selama tiga hari pemogokan.
Sebelumnya, negara-negara Uni Eropa (UE) tengah menghadapi krisis gas imbas sanksi larangan impor dari Rusia. Dilansir dari Reuters, UE memang mengandalkan 40 persen dari kebutuhan gas dari Rusia sebelum negara itu menginvasi Ukraina.
Meskipun beberapa negara sudah mampu memangkas ketergantungan energi mereka terhadap Rusia, muncul kekhawatiran bahwa krisis energi ini akan membuat warga tidak siap menghadapi musim dingin yang akan datang.
Untuk mengatasi krisis gas tersebut, negara di Benua Biru mulai memutar otak. Beberapa negara, seperti Jerman dan Austria, bahkan membatalkan sementara rencana penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara demi mengatasi krisis itu. [jat]