Energynews.id | Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) prihatin atas isi draft dari rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan yang disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui Rapat Badan Legislasi (Baleg), tanggal 4 April 2022 lalu.
Isinya dinilai METI banyak sekali berubah.Sekarang bahkan sudah tidak berorientasi energi terbarukan lagi.
Baca Juga:
Jepang Tegaskan Pelepasan Air Olahan ALPS Fukushima Penuhi Standar Keamanan Internasional
Bahkan juga mendorong energi fosil lewat fasilitas DMO batubara, juga energi baru dari batubara.
“Bahkan dana energi terbarukan yang kami usulkan sekarang diubah menjadi dana energi baru dan energi terbarukan. yang berarti juga mendorong energi fosil. Disini terlihat ada kepentingan lain yang disusupi dalam pembuatan RUU energi terbarukan yang sekarang menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan. Kita semakin tidak jelas mau mendorong energi yang mana. Energi terbarukan yang didukung atau energi fosil. Apalagi jika kita lihat bahkan energi terbarukan diutamakan itu di daerah terpecil. Berarti kalau didaerah yang sudah berkembang tidak perlu lagi energi terbarukan. Bisa terus dengan energi fosil baik melalui DMO maupun melalui energi baru. Ini agak ironis. Kita tidak jelas prioritasnya. Padahal, sejak awal pentingnya RUU ini karena kita ingin mendorong energi terbarukan,” kata Ketua Umum METI Surya Darma,Selasa (05/04/2022) di jakarta.
Surya menambahkan hal lain yang juga agak menyedihkan adalah, harga energi.
Baca Juga:
Utusan China Serukan Pengawasan Internasional atas Pembuangan Nuklir PLTN Fukushima
Dari awal, METI ingin ada kepastian soal harga energi terbarukan. Sekarang lihat saja dalam pasal harga energi.
“Mudah-mudahan nanti dalam pembahasan dengan pemerintahmasih ada peluang untuk diubah. Banyak sekali suara masyarakat yang disuarakan, bahkan sama sekali tidak dianggap,” ucap Surya dengan nada sedih.
METI,lanjut Surya,tidak tahu siapa yang berkepentingan sehingga banyak menghilangkan usaha memajukan energi terbarukan.
Sekarang bahkan yang muncul lebih banyak soal nuklir. Nuklir pun perlu ada Majelis Nuklir.
“Padahal selama ini kita tahu bahwa pembangunan PLTN tidak berjalan bukan karena tidak ada regulasi, tetapi karena penolakan oleh masyarakat baik dari segi keamanan, limbah radiasi dan penanganan limbah pasca operasi PLTN. Sedangkan energi terbarukan jelas disebabkan karena tidak adanya regulasi yang tepat dan pasti. Badan Pengelola Energi Terbarukan yang diusulkan diperlukan pun sama sekali tidak muncul dalam draft final dengan alasan terlalu banyak lembaga. Tetapi malah muncul Majelis Nuklir yang juga belum tentu dibutuhkan segera,” tegas Surya dengan intonasi geram. [jat]