Energynews.id | Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengungkapkan, Indonesia membutuhkan pendanaan sekitar 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk melaksanakan pengurangan emisi karbon. Hitungan tersebut didasari pada komitmen pemerintah dalam Paris Agreement.
"Perkiraan konservatif kami menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 25 persen dari PDB nominal negara untuk membiayai, komitmen negara ketika pengurangan emisi karbon di 2030," ujarnya dalam Indonesia Financial Group (IFG) International Conference 2022, Senin, 30 Mei 2022.
Dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional di 2030. Bahkan pemerintah juga berambisi untuk menerapkan nol persen emisi pada 2060.
Kedua komitmen tersebut, kata Airlangga, menjadi wujud nyata dari pemerintah untuk menjaga lingkungan dan berkontribusi pada penerapan energi bersih.
Pasalnya, saat ini Indonesia menyumbang dua persen dari total emisi karbon dunia, masuk ke dalam 10 besar negara penyumbang energi kotor.
Baca Juga:
Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Menko Airlangga Minta Pemda Malut Benahi Infrastruktur
"Sekitar 60 persen industri energi negara masih berbasis pada sumber yang tidak terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga batu bara," terangnya.
Karenanya untuk mengimplementasikan komitmen Indonesia itu, peran sektor keuangan menjadi penting dalam konteks pembiayaan. Dari data IFG, imbuh Airlangga, sekitar dua persen dari total obligasi yang beredar pada 2021 diklasifikasikan sebagai obligasi hijau.
Untuk itu pendalaman dan perluasan pasar keuangan sangat dibutuhkan. Dalam upaya ini, kontribusi asuransi dan dana pensiun sangat diperlukan.
"Total aset asuransi dan dana pensiun hanya kurang dari 20 persen dari PDB nominal pada 2020," imbuh Airlangga.
Pertumbuhan dana asuransi dan dana pensiun Indonesia cenderung lambat. Dengan share yang hanya 20 persen, perkembangan dana asuransi dan dana pensiun nasional berada jauh di bawah Malaysia dan Singapura yang masing-masing mencapai 60 persen dan 85 persen dari PDB kedua negara tersebut.
Dengan kata lain, sedianya Indonesia memiliki ruang dan potensi besar untuk memperdalam sektor dana asuransi dan dana pensiun. Apalagi selama pandemi covid-19 dua sektor itu juga berperan penting dalam perekonomian nasional.
"Sektor asuransi memainkan peran penting dalam mendukung dukungan keuangan yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi biaya tinggi dari covid-19. Hal ini terlihat dari kenaikan klaim jaminan kesehatan terkait covid-19 yang cukup signifikan serta dukungan pemerintah melalui APBN. Sektor asuransi juga berperan penting dalam mitigasi fasilitas asuransi kredit produk pinjaman perbankan," pungkas Airlangga. [jat]