Energynews.id | Tarif listrik yang direncanakan bakal mengalami kenaikan pada tahun ini menuai banyak keresahan dan argumen di dalam masyarakat. Masyarakat menanggapi hal berikut menjadi ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga setelah sebelumnya terjadi kenaikan pada Bahan Bakar Minyak dan minyak goreng.
Tentu banyak masyarakat merasa dirugikan akibat rencana kenaikan tersebut, terlebih kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang masih relatif belum stabil setelah dihantam oleh gelombang Covid-19 jenis Omicron.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Namun apakah rencana kenaikan tarif listrik ini menjadi solusi untuk melakukan transisi menuju Energi Baru dan Terbarukan? Atau justru hanya memanfaatkan momentum untuk meraup keuntungan semata?
Rencana Menuju 2030 Zero Emission
Pada pertemuan COP 26 beberapa bulan silam Indonesia berkomitmen untuk mengubah Indonesia demi terwujudnya Zero Emission pada tahun 2030. Dengan dinyatakannya komitmen tersebut pemerintah Indonesia secara resmi bertanggung jawab untuk melakukan transisi energi dan mewujudkan misi tersebut.
Baca Juga:
Bebani Konsumen Listrik, YLKI Desak Pemerintah Batalkan Power Wheeling
Tahun 2030 bukan merupakan waktu yang panjang untuk mengubah Indonesia menjadi negara yang bebas dari penggunaan bahan bakar fosil, untuk itu diperlukan adanya komitmen dari pemerintah untuk memulai langkah ini.
Realita yang Terjadi
Di dalam realitanya, pemerintah mengalami berbagai hambatan dan kesulitan untuk memulai perubahan ini yang dimana salah satu penyebabnya ialah komoditas batu bara di Indonesia yang masih menjadi suatu penunjang bagi ekonomi Indonesia di masa seperti ini.
Terlebih setelah dibuka nya pintu ekspor batu bara per 1 Februari setelah dilarang sepanjang Januari 2022. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan Indonesia akan bahan bakar fosil masih relatif tinggi.
Dilema Bagi Pemerintah
Masyarakat seringkali mengeluh ketika terjadinya kenaikan bahan pokok kebutuhan sehari-hari termasuk tarif listrik. Pada hakikatnya kenaikan ini kemungkinan bisa menjadi salah satu cara dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan memulai transisi menggunakan Energi Baru dan Terbarukan.
Tetapi dalam perwujudannya, pemerintah mengalami dilema yang cukup membingungkan.
Pada satu sisi kenaikan tarif listrik ini menjadi hal yang wajar mengingat pemerintah akan melakukan transisi bertahap untuk menggunakan Energi Baru dan Terbarukan.
Tetapi jika dilihat melalui sudut pandang masyarakat, ketergantungan dan kebutuhan listrik masyarakat Indonesia masih relatif tinggi dan ini menjadi beban tersendiri bagi masyarakat mengingat kondisi ekonomi yang masih realtif belum stabil.
Pada sisi yang lain, para aktivis iklim sudah berkoar menyuarakan agar pemerintah segera melakukan transisi energi dan menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.
Hal ini menjadi dilema yang membingungkan bagi pemerintah dalam menentukan langkah yang pasti untuk memulai perubahan tersebut.
Sebagai masyarakat umum kita masih sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah terhadap hal ini, mengingat pemerintah memegang penuh tanggung jawab atas komitmen perubahan tersebut.
Meskipun hal ini menjadi perdebatan dan dilema bagi pemerintah, kita sebagai masyarakat umum juga seharusnya bertanggung jawab akan keberlangsungan lingkungan di sekitar kita.
Mulai dari kesaran diri sendiri kita untuk melakukan transisi energi dengan cara mengehemat penggunaan listrik hingga beralih menggunakan sumber Energi Baru dan Terbarukan.
Krisis iklim merupakan suatu hal yang nyata dan sedang berlangsung. Sebagai masyarakat penghuni bumi ini kita tidak bisa tinggal diam dan harus melakukan sesuatu guna mencegah kepunahan di masa depan.
Mari berubah dan bangkit bersama untuk memulihkan bumi kita demi mewujudkan kehidupan yang sejahtera di masa yang akan datang. Selamat Hari Bumi 22 April 2022. [jat]