Alperklinas.WahanaNews.co | Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) menyatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan terkait dengan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis BBM Pertalite pekan depan.
Kenaikan ini, kata Luhut, terjadi akibat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sudah terlalu besar untuk menanggung biaya subsidi BBM khusus penugasan seperti Pertalite dan juga Solar Subsidi.
Baca Juga:
Usai Isi BBM di SPBU Deliserdang, Banyak Motor Mogok Ternyata Tangki Pertalite Isinya Solar
Sebagaimana diketahui, pada APBN 2022 ini, subsidi untuk energi senilai Rp 502,4 triliun. Subsidi itu digunakan untuk BBM, LPG dan juga listrik. Lantas seberapa besar dampaknya bagi sektor pangan jika harga BBM mengalami kenaikan?
Mantan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Bayu Krisnamurthi mengatakan kenaikan harga energi tentunya akan berdampak pada semua biaya produksi. Bahkan di beberapa komoditas lain, produksi juga akan mengalami kenaikan.
Namun yang jauh signifikan yakni dalam satu tahun terakhir ini, bisnis dunia mulai melakukan penyesuaian, di mana mereka tidak lagi mengandalkan kawasan Eropa tengah sebagai market utama.
Baca Juga:
PT Pertamina Tuntut Rp14,8 Miliar ke 400 SPBU yang Selewengkan Solar dan Pertalite
"Mereka mulai mengubah. Brazil, Kanada, Australia, India, China sendiri itu semua melakukan adjustment dan itu menekan harga logistik jauh lebih efisien, supply chain terjaga. Yang lain bahwa proses produksi mulai berjalan dan itu menambah pasokan," katanya pada Rabu (17/8/2022) lalu.
Menurut Bayu, setidaknya terdapat dua hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, pemerintah dan badan usaha harus betul-betul bersinergi agar pengambilan keputusan tidak telat. Pasalnya, semua negara benar-benar mengambil langkah untuk mengamankan pasokan maupun harga. Sehingga persaingan bukan hanya antar pengusaha saja, namun juga antarnegara melalui kebijakan pemerintah masing-masing.
"Jadi jangan telat mau ambil impor ya impor, kalau gak impor putuskan gak impor. Kemudian yang kedua kita harus mulai menata ulang sistem pangan kita untuk mampu nantinya bersiap dengan tiga krisis itu tadi, karena tiga krisis itu bisa terjadi terjadi lagi dan kita harus jadi jangan konvensional lakukan nya dengan cerdas," ujarnya.